Senin, 25 Juli 2011

Pendidikan Karakter dalam Novel dan Film Laskar Pelangi

Terbit di Banten Raya Post pada Jumat, 11 Maret 2011

Pendidikan Karakter dalam Novel dan Film Laskar Pelangi
Oleh: Nita Nurhayati
           
            Pendidikan merupakan jalan bagi seseorang untuk menempa dirinya. Dalam proses mengenyam pendidikan khususnya di sekolah dapat mengantarkan seseorang menemukan jati dirinya. Setiap manusia yang tumbuh dari anak-anak, remaja dan beranjak dewasa mengalami siklus kehidupan yang beragam. Peristiwa yang dialami seseorang pun berbeda, bergantung pada dunia yang digeluti. Setiap orang hidup dalam lingkungan tertentu, tak ada seorangpun yang mampu menyendiri selama hidupnya apalagi tanpa bersosial sekalipun. Meskipun sastrawan semisal Pramoedya Ananta Toer, pernah kesepian dalam penjara. Ia pun melewati sebuah fase hidup maha dahsyat ketika berumur 17 tahun harus menguburkan ibunya sendiri tanpa bantuan siapapun, tetapi inilah hidup yang kerasnya tak sekeras batu dan tak pula secair air.
Hidup mengajari kita berpikir dan bersikap. Dari sikap inilah akan menimbulkan respons dari orang lain ketika berinteraksi sosial. Menurut Mulyana (Gong, 2010: 7) “Hati-hati dengan hatimu, karena itu akan jadi pikiranmu. Hati-hati dengan pikiranmu, karena itu akan jadi tindakanmu. Hati-hati dengan tindakanmu, karena akan jadi kebiasaanmu. Hati-hati dengan kebiasaanmu, karena akan jadi karaktermu. Hati-hati dengan karaktermu, karena akan jadi masa depanmu”. Pernyataan Mulyana tersebut mengingatkan kita betapa pentingnya karakter. Karakterlah yang akan menentukan nasib kita di masa yang akan datang. Dengan demikian, teramat perlu kita menjadi diri yang berkarakter agar menjadi manusia yang berkarakter dan bernasib beruntung.
Pentingnya Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter merupakan permasalahan yang saat ini menjadi tanggung jawab bersama. Persoalan moral, akhlak, dan sebagainya yang berkaitan dengan kepribadian seseorang pada dasarnya adalah tanggung jawab masing-masing individu. Jalal (Herdani, 2010) mengatakan bahwa pendidikan Indonesia memang selama ini lebih menekankan pada pola pendidikan yang bertujuan meningkatkan nilai kognitif saja, maka dari itu Jalal mengajak seluruh jajaran pendidikan menanamkan pendidikan karakter guna menyentuh sisi-sisi afektif.
Pembelajaran karakter dapat menjadi orientasi pengajaran di sekolah. Semisal pembelajaran apresiasi novel, di dalamnya terdapat analisis unsur intrinsik novel yang salah satunya membahas mengenai identifikasi karakter tokoh utama dalam novel. Adapun pembahasan mengenai unsur-unsur yang terdapat di dalam novel sudah ada sejak lama dalam pembelajaran sastra di SMP. Namun, jika diamati pembelajaran apresiasi sastra yang ada di SMP terkesan kurang variatif sehingga menyebabkan kejenuhan bagi siswa. Oleh karena itu, karya sastra yang diadaptasi ke dalam film apabila dijadikan pembelajaran akan menarik.
Kemenarikan ini akan timbul karena siswa tidak hanya diajak untuk menganalisis bentuk teks saja, melainkan juga menganalisis bentuk film dari ide cerita yang sama. Karya sastra yang diadaptasi disebut juga ekranisasi. Suseno (2009) menyatakan bahwa ekranisasi mungkin menjadi istilah yang baru, khususnya di Indonesia. Akan tetapi, kalau disebutkan dengan filmisasi atau pemfilman novel, barangkali istilah ini lebih familiar di telinga masyarakat Indonesia. Budiman (1996: 31) mengungkapkan bahwa pemilihan film ekranisasi juga merupakan sebuah alternatif peningkatan kualitas siswa dalam mengapresiasi sastra yang selama ini dikeluhkan menurun. Selain juga membentuk kesenangan baru yang bermanfaat dan dapat dipertanggungjawabkan. Di samping itu, pemilihan film ekranisasi juga untuk memberikan bekal apresiasi sastra yang lebih baik kepada siswa.
Adaptasi novel ke dalam film Laskar Pelangi
            Adanya novel adaptasi diharapkan dapat menjadi stimulus bagi siswa untuk membaca. Dengan adanya novel adaptasi akan dapat memotivasi siswa untuk membaca novel, mengapresiasi, dan menganalisis unsur yang terdapat di dalam novel. Seperti halnya dikatakan Teeuw (2003: 120) bahwa tidak ada sebuah tekspun yang sungguh-sungguh mandiri, dalam arti bahwa penciptaan dan pembacaannya tidak dapat dilakukan tanpa adanya teks-teks lain. Oleh karena itu, dalam menciptakan sebuah teks, proses saling mempengaruhi menjadi sebuah kelaziman (Hadiansyah, 2010: 1).
Novel dan film merupakan produk kebudayaan sehingga membandingkan kedua karya ini merupakan hal yang sah untuk mempertajam pemahaman. Seperti pendapat Damono (2009: 128) bahwa membanding-bandingkan benda budaya yang beralih-alih wahana itu merupakan kegiatan yang sah dan bermanfaat bagi pemahaman yang lebih dalam mengenai hakikat sastra. Pembelajaran kajian perbandingan karakter tokoh utama dalam novel dan film Laskar Pelangi diharapkan dapat menjadi alternatif pembelajaran apresiasi atau kajian novel dalam pembelajaran sastra di SMP. Siswa dapat menemukan persamaan dan perbedaan yang terdapat di dalam novel dan film Laskar Pelangi sehingga dapat mempertajam daya nalar siswa. Siswa tidak hanya diajak untuk menganalisis karakter melainkan juga dapat meneladani karakter tokoh utama yang terdapat dalam novel dan film Laskar Pelangi.
Pemilihan novel dan film Laskar Pelangi ini diharapkan dapat memberikan dampak yang positif terhadap pengembangan karakter terutama pendidikan karakter bagi siswa. Artinya, setelah siswa membaca dan menonton film Laskar Pelangi, siswa terpengaruh dan akhirnya meniru sikap dan perilaku tokoh tersebut. Setelah peneliti membaca beberapa novel dan menonton film maka Laskar Pelangi-lah yang tepat dijadikan sebagai bahan pembelajaran. Hal ini, karena usia tokoh dalam novel dan film Laskar Pelangi sesuai dengan usia siswa SMP sehingga memudahkan siswa untuk memahami karakter-karakter tokohnya. Selain usia tokoh yang diceritakan dalam novel dan film Laskar Pelangi sebaya dengan siswa SMP, tema Laskar Pelangi juga sangat menarik. Tema yang terkandung dalam Laskar Pelangi yakni tentang perjuangan untuk meraih pendidikan dan eratnya sebuah persahabatan. Tema ini sangat berkaitan dengan kehidupan yang ada di sekitar kita. Daya juang yang dimiliki tokoh-tokoh dalam novel dan film Laskar Pelangi akan memotivasi siswa untuk rajin belajar dan berjuang keras meraih cita-cita.
Di dalam novel dan film Laskar Pelangi terdapat tiga tokoh utama, yakni: Ikal, Lintang, dan Mahar. Karakter tokoh Ikal, Lintang, dan Mahar antara lain sederhana, disiplin rajin, optimis, idealis, cerdas, bersahabat, berjiwa kepemimpinan, setia, motivator, mandiri, berjiwa seni, iamjinatif dan pantang menyerah meraih cita-cita. Setiap tokoh utama dalam novel dan film Laskar Pelangi memiliki ciri khas kepribadian, antara lain Ikal yang pengagum dan dapat menyerap inspirasi dari orang-orang yang dikaguminya, kemudian Ikal juga merupakan seorang yang setia pada cintanya terhadap gadis Tionghoa bernama A Ling. Lalu Lintang memiliki karakter yang cerdas dan dapat menjadi motivator bagi teman-temannya untuk berjuang dalam keterbatasan. Tokoh utama lainnya yang tampil eksentrik dan berjiwa seni yaitu Mahar. Mahar dapat meningkatkan martabat SD Muhammadiyah dalam lomba karnaval, begitu pula dengan Lintang yang telah membuktikan kecerdasannya dalam Lomba Cerdas Cermat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bu Mus dan Pak Harfan: “Orang miskin juga berhak untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran. Mereka juga harus berani mempunyai cita-cita”. 
  


DAFTAR PUSTAKA


Budiman, Eriyandi. 1996. Pembahasan Novel dan Film Ekranisasi. Bandung: Wahana Iptek.

Damono, Sapardi Djoko. 2009. Sastra Bandingan. Ciputat: Editum.

Hadiansyah, Firman. 2006. Adaptasi Film Biola Tak Berdawai ke dalam Novel: Kajian Perbandingan. TESIS. Jakarta: Universitas Indonesia.

Heldy HS, Rahmat. 2010. “Bermimpi Mengubah Kampungnya”. Guruku Sayang dibuang Jangan. Serang: GONG Publishing.

Herdani, Yogi. 2010. Pendidikan Karakter Tugas Penting Para Pendidik. Website Resmi Ditjen DIKTI. Diunduh pada 10 Juli 2010, pukul 08 : 04 WIB.

Suseno. 2009. Ekranisasi, Filmisasi Karya Sastra. Diunduh pada tanggal 03 Januari 2011, pukul: 15.45

Teeuw. A. 2003. Sastera dan Ilmu Sastera. Bandung: Pustaka Jaya.